SD MUHAMMADIYAH AL MUJAHIDIN WONOSARI

Jl. Mayang, Gadungsari, Wonosari, Gunungkidul

membangun kecerdasan dan keshalehan

Pendidikan yang Berkarakter, Unggul, dan Berkemajuan dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0

Selasa, 21 Mei 2019 ~ Oleh Febriana Tri Astuti ~ Dilihat 2065 Kali

 

 

Oleh: Prof. Suyanto, Ph.D.

Guru Besar dan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta ke-6

 

Gejala-gejala transformasi di Indonesia saat ini semakin terasa. Terbukti dengan adanya beberapa jenis model bisnis dan pekerjaan di Indonesia yang sudah terkena dampak dari arus era digitalisasi, contohnya; tokoh konvensional yang ada sudah mulai tergantikan dengan model bisnis marketplace, taksi atau ojek tradisional pun posisinya sudah mulai tergeserkan dengan model berbasis online. Sehingga prediksi untuk pekerjaan di masa depan untuk anak-anak sekolah dasar sekarang ini adalah 65% akan menghadapi jenis-jenis pekerjaan baru yang saat ini belum ada.

Terkait hal tersebut, tidak bisa kita pungkiri bahwa kompetensi di dalam pembelajaran haruslah pula mengalami transformasi pembaruan. Seperti saat ini yang sedang dicanangkan adalah kompetensi pembelajaran yang berorientasi pada HOTS, yaitu Higher Order Thinking Skills atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. HOTS dalam pembelajaran meliputi; fleksibilitas kerja, ICT (Internet, Cloud Teknology, big data, processing power) disertai kemampuan membaca data, pemecahan masalah kompleks (Complex problem solving), kecakapan sosial (social skills), dan dimensi moral (pembelajaran karakter individu).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.

Salah satu kebijakan pendidikan kita saat ini adalah Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Penguatan pendidikan karakter yang dimaksud merupakan tanggung jawab bersama keluarga, satuan pendidikan dan masyarakat. Tak terkecuali guru yang justru menjadi faktor utama dalam memperjuangkan keberhasilan pendidikan. Sehingga penguatan karakter dapat menghindari kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan guru tak berkarakter mulia, seperti; mengambil jalan pintas pembelajaran, menunggu peserta didik berperilaku negatif, menggunakan disiplin distruktif, mengabaikan perbedaan peserta didik, merasa paling pandai, tidak adil, dan memaksa hak peserta didik. Dan diharapkan pula penguatan pendidikan karakter dapat melatih karakter guru yang kurang mendidik, seperti; memarahi siswa ketika siswa tidak bisa menjawab, merasa dirinya paling pandai, menggunakan waktu tidak tepat, cara mengajar monoton, diskriminatif, memberikan penghargaan yang berlebihan, dan terlalu pesimis dengan siswa.

Gelombang perubahan era global di abad 21 adalah perdagangan bebas, ketergantungan Iptek (ICT, bioteknologi, nanoteknologi), fenomena kehidupan Global (Speed, connectivity, intangable and compatibility), demokratisasi, politik isu dan persoalan HAM, persoalan lingkungan hidup, kesetaraan gender, multikulturalisme kehidupan, disrupsi teknologi dan revolusi industri. Menghadapi hal ini, guru harus merespon perubahan secara profesional. Guru adalah faktor utama dalam menentukan keberhasilan proses belajar mengajar yang harus memiliki aspek learning to learn. Maka dari itu, karakter guru profesional abad 21 dalam proses belajar mengajar harus memiliki 5T yaitu, to Describe, to explain, to illustrate, to demonstrate, to inspire. Sehingga diharapkan dapat terwujud pendidikan era global yang kompetitif.

Sebagai pendidik profesional, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Sehingga peran guru yang diharapkan dalam pembelajaran harus memberikan kemudahan untuk belajar agar dapat meningkatkan potensi peserta didik secara optimal dengan menempatkan dirinya sebagai; orang tua yang penuh kasih sayang, teman bagi siswa, fasilitator yang setiap saat memberikan kemudahan, memberikan sumbangan pemikiran, memupuk rasa percaya diri dan berani bertanggung jawab, membiasakan untuk saling berhubungan, mengembangkan proses sosialisasi, mengembangkan kreativitas, dan menjadi pembimbing ketika diperlukan. Selain peran guru dalam pembelajaran tersebut, guru harus memiliki fungsi; sebagai pendidik, sebagai pengajar, sebagai pembimbing, sebagai pelapis, sebagai penasehat, sebagai pembaharu (inovator), sebagai model dan teladan, sebagai motivator dan sebagai kulminator.

Di era ke-21 ini, guru profesional harus menguasai beberapa model pembelajaran guna menunjang keberhasilan dalam mengajar. Model pembelajaran memiliki bermacam-macam tingkatan, mulai dari reading, hearing word, looking at picture, watching video, looking at an exhibition, watching a demonstration, seeing it done on location, participating in a discussion, giving a talk, doing a dramatic, presentation, simullating the real experience, dan doing the real thing. Model yang paling tinggi tingkatannya adalah doing the real thing, karena membawa pembelajaran dengan model yang nyata. Sehingga siswa lebih mudah dalam memahaminya. Pembelajaran yang dulu masih traditional learning harus dirubah menjadi new learning. Pembelajaran yang diterapkan harus menyesuaikan perkembangan zaman abad ke-21, yaitu proses pembelajaran yang mendukung kreativitas siswa. Selain itu juga harus dilakukan proses pembelajaran yang mendukung kreativitas siswa sendiri. Perlunya merumuskan kurikulum berbasis proses pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui proses mengamati, menanya, menalar, dan mencoba untuk meningkatkan kreatifitas peserta didik. Disamping itu dibiasakan bagi peserta didik untuk bekerja dalam jejaringan melalui collaborative learning.

Kreatif merupakan salah satu pilar karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Menurut perpres No. 87 tahun 2017 terdapat 18 nilai-nilai karakter yaitu; religius, peduli lingkungan, gemar membaca, komunikatif, menghargai prestasi, cinta damai, peduli sosial, semangat kebangsaan, bertanggung jawab, demokratis, cinta tanah air, kreatif, disiplin, bekerja keras, toleran, nasionalisme, dan jujur. Strategi pendidikan karakter di sekolah dapat diterapkan dengan saling berkesinambungan satu sama lain. Karakter yang ditanamkan mulai dari lingkup terkecil, misalnya yang pertama melalui kegiatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dikelas, yaitu dengan cara integrasi ke dalam KBM pada setiap mata pelajaran. Kedua, melalui budaya sekolah (kegiatan/kehidupan keseharian di satuan pendidikan) yaitu dengan cara pembiasaan dalam kehidupan keseharian di satuan pendidikan. Ketiga, melalui kegiatan ekstrakurikuler, dapat dilakukan dengan integrasi ke dalam kegiatan ekstrakulikuler pramuka, olahraga, karya tulis dan sebagainya. Dan strategi yang keempat dapat melalui kegiatan keseharian di rumah, penerapan pembiasaan kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di satuan pendidikan. Dalam hal ini penanaman karakter juga harus ditanamkan pada diri pendidiknya yaitu Guru. Seperti yang diajarkan dalam filosofi pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara, guru harus memiliki penanaman karakter melalui olah raga, olah hati, olah pikir, dan olah karsa.

Proses dan pendekatan penguatan pendidikan karakter dapat ditempuh dengan melalui branding sekolah. Sekolah yang berkualitas memiliki identitas berupa “Branding”. Setiap sekolah dituntut agar memiliki branding yang unik dan khas, dimana branding tersebut menunjukan sebuah kekuatan dan keunggulan sekolah berdasarkan potensi linkungan, peluang, dukungan staf, orang tua dan masyarakat. Dalam proses pengembangan pendidikan karakter ini. banyak pihak-pihak yang terkait, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, orang tua, masyarakat termasuk tokoh-tokoh penting di lingkungan sekitar sekolah. Dari banyaknya karakter yang harus ditanamkan kepada anak. Masing masing satuan pendidikan hendaknya secara perlahan dan fokus terhadap beberapa karakter yang akan ditanamkan.

 

Sumber: Majalah "Mumtazah" Edisi April 2019

KOMENTARI TULISAN INI

  1. TULISAN TERKAIT