SD MUHAMMADIYAH AL MUJAHIDIN WONOSARI

Jl. Mayang, Gadungsari, Wonosari, Gunungkidul

membangun kecerdasan dan keshalehan

Mendampingi Anak Mengenal Surga dan Neraka

Kamis, 15 Juni 2017 ~ Oleh rohmad jamhari ~ Dilihat 8211 Kali

02 Februari 2017 Administrator Dibaca : 133 Kali

Oleh : Asar Janjang Lestari, S.Psi

Konselor Psikologi RS PKU Muhammadiyah Wonosari)*

Sebuah kisah :

Beberapa hari terakhir, Balqis, berusia 9 tahun, sering tiba  tiba nangis. Hari pertama : “Aku takut Ma”. Aku takut kiamat, aku takut neraka. Kata bu Guru umur bumi sudah tua, tanda tanda kiamat sudah ada, sudah banyak orang yang meninggalkan sholat. Aku kadang sholatnya nggak 5 Ma. Aku takut...”Hari berikutnya : “Mama, pada saat dibangkitkan di padang Mahsyar, kita gak pakai baju. Gak saling kenal, berarti aku juga gak kenal Mama. Aku ingin bersama Mama, aku mau nyari Mama, aku takut kalau gak kenal sama Mama. Bagaimana aku mau mencari mama kalau kita gak saking kenal." Kadang tiba - tiba pegang tangan mamanya, memeluk mamanya sambil menahan tangis di dada mamanya : "Mama, aku ingat film yg diputarkan bu guru, aku ingat cerita bu guru, aku takut..."

Semua itu terjadi karena dalam seminggu terakhir, di sekolah anak - anak sedang mendapat materi - materi tentang pengenalan kiamat, neraka, dengan cerita dan video untuk memotivasi anak - anak untuk meningkatkan ibadahnya.

Mari berproses bersama anak - anak kita.....

  1. Bagaimanakah fase perkembangan kognitif anak?

Mengacu pada teori perkembangan kognitif Jean Piaget, pada usia kisaran 7 - 11 tahun, anak berada pada fase perkembangan kognitif operasional konkrit. Tahap ini merupakan tahap permulaan berpikir rasional.

Pada tahap operasional konkrit ini, anak mampu berpikir logis melalui obyek - obyek konkrit/nyata. Peristiwa berpikir dan belajar anak pada tahap ini sebagian besar melalui pengalaman yang nyata, yang berawal dari proses interaksi anak dengan obyek(benda) dan bukan didapat dari lambang, gagasan ataupun abstraksi. Anak - anak pada tahap ini belum mampu melakukan proses berpikir yang abstrak secara memadai.

  1. Lalu bagaimana mendidik keimanan pada anak yang membutuhkan kemampuan berfikir abstrak?

Menanamkan keimanan adalah hal yang sangat penting yang harus diberikan kepada anak - anak sebagai pondasi perkembangan moral di kehidupan. Sementara hal - hal terkait dengan keimanan lebih banyak yang membutuhkan kemampuan berfikir abstrak. Sehingga membutuhkan cara/sarana untuk bisa dipakai untuk akses masuk untuk  menguatkan konsep keimanan pada usia tersebut. Menstimulasi anak - anak dengan akses awal di sistem perasaan (kerja sistem limbik) untuk membantunya lebih optimal menginternalisasi konsep abstrak di sistem berpikir rasional (kerja korteks serebri), bisa menjadi alternatif cara. Langkah konkritnya adalah dengan membuat anak - anak berada dalam situasi senang (emosi positif) saat konsep abstrak itu diinputkan.

Bahasan tentang surga dan neraka termasuk bahasan tentang konsep yang abstrak sehingga secara teoritis anak akan mengalami kesulitan untuk memahami konsep tersebut secara utuh berikut pesan moral yang disampaikan. Seringkali anak justru lebih fokus pada kesan perasaan akibat cerita - cerita tersebut dibanding dengan memahami secara kontens peran - pesan. Dibutuhkan tips - tips dalam mengenalkan tentang syurga dan neraka kepada anak - anak. Beberapa tips yang bisa ditempuh  diantaranya :

  1. Pastikan kondisi emosi anak sedang positif (tenang, nyaman, bahagia) pada saat hal - hal abstrak tentang keimanan itu kita masukkan, sehingga membantu kerja pikiran rasionalnya dalam memahami hal - hal tersebut. Pilih waktu dan tempat yang mendukung membuat anak merasa siap dan nyaman.
  2. Pilihlah bahasa - bahasa yang cenderung letterluk(ngeplek)sepertiyang ada dalam Al -  Qur'an dan Hadist tanpa penambahan penjelasan yang berlebihan. Menguatkan keimanan jika kita bicara tanpa banyak penjelasan konkrit versi manusia.
    Misal ketika anak bertanya tentang syurga itu apa, jawaban bisa kita berikan dengan mengambil dari Al Qur’an dan Sunnah :

“Nak, syurga itu di bawahnya mengalir sungai - sungai dan manusia kekal di dalamnya. Di Syurga ada 2 buah mata air yang memancar, ada buah - buahan, kurma dan delima. Di syurga, manusia diberi perhiasan dengan gelang - gelang dari emas dan mutiara, dan pakaiannya dari sutera.”

(Rujukan : “Nak, syurga itu di bawahnya mengalir sungai - sungai dan manusia kekal di dalamnya (Q.S At Taubah : 72). Di Syurga ada 2 buah mata air yang memancar (Q. S Ar Rahman : 50), ada buah - buahan, kurma dan delima (Q.S. Ar Rahman : 68). Di syurga, manusia diberi perhiasan dengan gelang - gelang dari emas dan mutiara, dan pakaiannya dari sutera (Q.S. Al Hajj :27).”

Bagaimana jika anak bertanya lebih lanjut untuk meminta penjelasan?

Kita sampaikan pada anak tetap sesuai apa yang ada dalam Al Quran dan Sunnah. Hal ini juga menguntungkan bagi anak untuk memahami bahwa orang tuanya juga memiliki keterbatasan sebagai manusia. Bahwa ada Allah Yang Maha Mengetahui segalanya di atas kemampuan manusia.

Misalnya : "Nak, ada hal - hal di dunia ini yang hanya Allah saja yang Maha Tahu. Yang ibu pahami tentang syurga dan neraka seperti itu saja, yang sesuai dengan  apa yang Allah jelaskan dalam kitab suci yang kita yakini. Tapi yakin dan percaya, Allah akan memandumu untuk memiliki pemahaman yang lebih baik pada saatnya."

  1. Cerita tentang syurga bisa diberikan lebihdulu agar jejak rekamnya lebih kuat. Baru kemudian cerita tentang neraka.Bagaimanapun 'rasa senang - nyaman - bahagia' lebih menguntungkan untuk dimasukkan dalam sistem persepsi anak sebagai stimulus berkembangnya syaraf - syaraf di otak anak.
  2. Memaknai hal - hal nyata dalam kehidupan anak sehari - hari sebagai ‘clue’tentang syurga. Misalnya : saat anak tersenyum, kita sampaikan bahwa wajah yang tersenyum sebagai ciri - ciri para penghuni syurga sehingga anak  tersugesti terhadap hal - hal yang positif untuk meraih syurga Allah.
  1. Bagaimana jika anak sudah terlanjur menginput perasaan negatif tentang neraka?
  1. Menguatkan ekspresi afeksi (perhatian, kasih sayang, cinta) secara konkrit/nyatadengan menggunakan bahasa verbal dan non verbal (pelukan, sentuhan, tepukan lembut, ciuman, belaian) dari orang tua, keluarga, guru, dan signifikan person lainnya (orang dekat anak : pengasuh, nenek, kakak, dll). Hal ini membantu anak untuk lebih fokus pada dukungan positif dari lingkungan sosial yang memberikan perasaan lebih baik dan fokus pada realita konkrit yang dialami saat ini.
  2. Menguatkan cerita - cerita tentang syurga dengan segala hal positifnya. Sehingga akan dominan mewarnai pikiran dan perasaan anak dengan segala upaya kongkrit yang sekarang bisa dia lakukan.
  3. Menyeimbangkan informasi tentang neraka dengan mempertimbangkan membatasi akses emosi anak ke cerita - cerita tentang neraka misalnya dengan memperhatikan ekspresi emosi anak. Jika cerita tentang neraka sudah terlanjur terekam kuat dengan kesan emosi negatif pada anak, ada baiknya dilakukan dulu satu fase di mana cerita tentang neraka dipaparkan ulang dibarengi dengan penguatan cerita tentang syurga (dlm satu setting waktu, tidak ada jeda waktu terlalu lama antara cerita tentang neraka dengan cerita  tentang syurga, dengan penekanan pada akses minat ke syurga).
  4. Pada usia yang lebih besar (pada fase selanjutnya : di atas 11/12 tahun) hal - haltentang syurga dan neraka bisa dibahas ulang dengan bahasan yang lebih abstrak, yang anak sudah mulai bisa memahami.

(Wallahu a’lam bi showab. Semoga Allah melindungi keterbatasan hambaNya).

 

KOMENTARI TULISAN INI

  1. TULISAN TERKAIT